Diet Asam Lambung

Punya pola makan yang lebih sehat biasanya bakal mengundang cibiran karena dianggap tidak menikmati hidup. Karena itu, saya mau sharing soal penyakit asam lambung.
Saya adalah penderita asam lambung selama bertahuntahun, dimulai dari serangan maag ketika masih kelas 4 SD. Pas kecil, saya emang gadoyan makan sama sekali makanya kecil kurus kayak kurang gizi. Semakin lama semakin buruk kondisi perut karena pola makan yang buruk, seperti kebanyakan ngemil jajajan tidak sehat.
Beberapa tahun terakhir kalau asam lambung saya naik bisa bertahan sampai 3 hari. Naik itu bukan cuma di ulu hati, tapi sering sampai dada (kadang, kayak berasa sesak) atau tenggorokan dan mulut. Sepuluh tahun terakhir, saya berupaya mengurangi gejala asam lambung.
Alasannya sederhana aja sih, saya enggak mau mati karena asam lambung. Karena, kok enggak elite banget gitu. Saya pernah membayangkan adegan setelah saya meninggal. Dua orang akan membicarakan saya seperti ini:
‘Na meninggal karena apa?’
‘Maag atau asam lambung gitu’
‘Hah? Kok bisa maag bikin meninggal?’
Saya sudah coba berbagai macam cara buat mengurangi asam lambung dan enggak ada yang sukses. Mulai dari terapi lidah buaya, aduhai yaaah susah nyari lidah buaya hari gini dan di rumah nanemnya selada air dan caesim. Trus, puasa semua makanan yang mengandung asam lambung selama tiga bulan juga gakmungkin karena itu sama aja enggak makan selama tiga bulan karena makanan apah di negara ini kagak mengandung asam lambung? Berhenti minum kopi juga pernah, setahunan kayaknya yah dan tidak sukses sama sekali.
Lama-lama, saya mikir juga ini caranya bagaimana supaya asam lambungku tidak sampai bikin sesak dada. Puji Tuhan Alhamdulillah, kapasitas otak saya cukup lah buat mikir dan nebak pola badan sendiri serta reaksinya terhadap makanan-makanan yang saya makan.
Lalu, saya buat pola makan sendiri berdasarkan pengalaman-pengalaman makan enak tapi tidak nyaman. Sejak lima tahun lalu, saya mengurangi karbohidrat. Terutama nasi putih yaaaa.. Sebab, menurut saya, makanan di Indonesia mah isinya karbohidrat semua. Makan nasi pake sayur bayam aja masih ketemu jagung yang sebenarnya karbo. Kentang dibalado, jadilah lauk. Padahal, kentang mah karbohidrat.
Plus, semua masakan itu pakai gula yaah. Gula dan karbo prinsipnya kan sama-sama diubah jadi glukosa. Jadilah saya juga mengurangi minum manis atau konsumsi gula. Biar enggak ganda juga karena glukosa itu lebih biadab buat lambung saya daripada sambel kacang yang mengandung lemak dan cabai.
Seiring perjalanan, saya juga enggak makan daging merah alias kaki empat seperti sapi, kambing, dan babi. Soal babi, saya dan teman pernah berdebat apakah babi termasuk daging merah. Dia bersikukuh babi enggak termasuk daging merah, saya ngotot itu termasuk daging merah. Perdebatan diakhiri dengan dia makan babi dan saya enggak makan babi.
Oh iya, saya enggak makan bakso juga dan sosis sapi. Selama dua tahun terakhir, saya pernah iseng makan bakso sekali dan rasanya enggak enak. Akhirnya, saya putuskan enggak akan mau iseng lagi makan bakso selamanya karena bakso memang enggak enak. :))
Karena tidak makan daging merah dan mengurangi nasi, pilihan makan saya pun jadi lebih baik. Lebih banyak serat, lebih sering makan buah-buahan karena saya memang harus mengganti protein dan lemak dari daging merah. Ini enggak terlalu susah karena saya memang suka makan sayuran, dari yang mentah sampai yang matang. Di rumah juga, ibu sudah terbiasa menghidangkan sayuran.
Saya juga enggak terlalu tergilagila dengan makanan berbumbu seperti masakan padang. Jadi, tidak makan daging (beserta makanan yang bersantan) bukan perkara sulit buat saya. Sehingga saya tidak perlu melepaskan sesuatu yang berat banget buat dilepaskan.
Satu tahun terakhir, saya berupaya memperbaiki pola makan. Saya sadar banget kalau saya memang tidak bisa makan tepat waktu sepertihalnya aturan yang berlaku umum (normal). Jadi, saya buat pola sendiri yang prinsipnya adalah makan ketika lapar berhenti sebelum kenyang. Saya juga berusaha mengunyah selama mungkin ketika makan (meski ini kadang2 gagal). Prinsip ini mirip dengan ajaran Rasul sih ya ternyata.. Hahahaha….
Makan ketika lapar mencegah saya untuk selalu ingin makan apapun karena itu akan mengacaukan pola makan sehingga saya terjebak pada pola makan tidak teratur. Begitu pula dengan berhenti makan sebelum kenyang. Mengunyah makanan lebih lama akan memastikan perut tidak sebah. Mungkin karena lambung enggak dipaksa bekerja ekstra keras kalau makanannya sudah halus ya..
Awal tahun ini, saya juga berupaya mengurangi makan gorengan. Ini sesuai saran seorang teman. Awalnya, saya hanya iseng saja membatasi konsumsi gorengan ini. Bulan pertama ternyata saya tidak menderita sakit tenggorokan atau sariawan. Membatasi makan gorengan juga dengan sendiri membuat saya tidak lagi ingin ngemil atau terus-terusan makan. Prinsip ini mirip dengan tidak makan sebelum lapar.
Oh, iya, saya juga sudah berhenti minum jus kemasan karena setelah dipikir-pikir jus seharusnya diminum segera. Saya lebih banyak mengonsumsi buah yang belum dijus. Saya paling sering makan pisang, alpukat, pepaya, dan melon. Khusus pisang, itu berguna karena saya mengurangi makan nasi.
Pisang mengandung karbohidrat yang diubah energi dan mencegah cepat lapar. Saya pilih pisang mungkin karena faktor sering menonton pertandingan tenis, bulu tangkis, atau balap sepeda jarak jauh seperti Tour de Indonesia. Petenis, pebulu tangkis, dan pebalap sepeda kerap memakan pisang untuk cepat mendapatkan energi dan menjaga perut tetap kenyang. Soal mencegah lapar ini juga berdasarkan testimoni senior di kantor yang suka naik gunung. Dia sudah merasakan makan berbagai jenis karbo, termasuk oat. Semua gagal membuat dia merasa tetap kenyang, kecuali pisang. Dia bilang pisang membuat perut tetap kenyang lebih lama. Dia juga menyarankan saya untuk berhenti beli pisang dari supermarket.
‘Pisangnya sih cakep, ya. Kuning semua. Tapi, itu semprotan. Pisang yang normal enggak seharusnya begitu.’
Si senior ini memang dapat laporan bahwa pisang-pisang kuning mulus yang dijual di supermarket itu disemprot dengan pewarna supaya terlihat cantik. Jadilah saya berhenti membeli pisang-pisang kece itu. Saya memilih beli pisang di pasar dengan harga yang lebih murah.
Setelah mempraktikan pola makan yang-menurut saya-cukup sehat, saya sudah jarang sekali terkena serangan asam lambung. Kalau pun pernah tidak hampir setiap hari, hanya satu kali dalam sebulan. Saya sudah jarang sariawan dan sakit tenggorokan. Plus, jarang diserang penyakit yang membuat tubuh saya ngedrop seperti flu.
Tapi, manusia memang tidak ada puasnya yaa.. Ketika pola makan berdampak pada lingkar perut yang mengecil, saya pun jadi kepingin hidup sehat dalam pola lain seperti workout setiap hari. Juga, kepingin punya pola tidur yang lebih sehat alias tidak tidur nyaris pagi atau sudah pagi setiap hari. Ohiya, jangan lupa wajib banget kalau punya asam lambung minum air perasan jeruk nipis (lemon juga boleh)+air hangat setiap pagi. Ini membantu banget pencernaan untuk lebih baik. Dan, kalau ada yang nanya “JERUK NIPIS BUKANNYA ENGGAK BAIK BUAT YANG PUNYA MAAG/ASAM LAMBUNG’ cuekin ajalah. Yang bilang begitu belom tahu rasanya jeruk nipis hangat kayak apa. 

-N-

Tinggalkan komentar